[sunting | sunting sumber]
Umat Hindu memenuhi tujuan hidupnya dengan menempuh jalan yang berbeda-beda. Jalan tersebut merupakan yoga. Yoga di sini dapat diartikan sebagai disiplin fisik, mental, dan spiritual demi memperoleh kedamaian dan ketenangan pikiran.[211] Dalam konteks dan tradisi lain, yoga dapat pula didefinisikan sebagai "upaya mengendalikan pikiran agar [pikiran] tidak liar", atau "[usaha] mempersatukan diri dengan Tuhan".[211] Ajaran tentang pelaksanaan yoga dihimpun dan diuraikan oleh para resi atau orang bijak. Kitab yang memuat ajaran yoga meliputi Bhagawadgita, Yogasutra, Hathayoga-pradipika, dan Upanishad sebagai basis filosofis dan historisnya. Yoga mengarahkan umat Hindu untuk mencapai tujuan hidup yang spiritual (moksa, samadhi, atau nirwana), baik secara langsung maupun tidak langsung. Empat macam jalan (yoga) utama yang sering disinggung yakni:[212]
- Karmayoga (melaksanakan kewajiban sebaik-baiknya dengan ikhlas)
- Bhaktiyoga (mencintai Tuhan dan menyayangi segala makhluk)
- Jnanayoga (mencari pengetahuan dan berkontemplasi tentang Tuhan)
- Rajayoga (mengendalikan pikiran dengan meditasi, sikap tubuh, atau semacamnya)
Seseorang dapat memilih salah satu atau beberapa yoga sekaligus, sesuai dengan kecenderungan dan pemahamannya. Beberapa aliran Hinduisme yang menekankan pengabdian mengajarkan bahwa bhakti adalah satu-satunya jalan praktis untuk mencapai kesempurnaan spiritual bagi masyarakat awam, berdasarkan kepercayaan bahwa dunia sedang berada pada masa Kaliyuga (salah satu jangka waktu dalam siklus Yuga yang kini sedang berlangsung).[213] Melaksanakan salah satu yoga tidak berarti mengabaikan yang lainnya. Banyak mazhab Hinduisme mengajarkan bahwa berbagai yoga secara alami berbaur dan mendukung pelaksanaan yoga lainnya. Contohnya praktikjnanayoga, yang dianggap pasti mengarahkan seseorang untuk memberikan kasih sayang murni (tujuan utama bhaktiyoga), dan demikian sebaliknya.[214] Seseorang yang mendalami meditasi tingkat tinggi (seperti yang ditekankan raja yoga) harus mewujudkan prinsip pokok dari karmayoga, jnanayoga, dan bhaktiyoga, baik secara langsung maupun tak langsung.[212][215]
Pustaka suci[sunting | sunting sumber]
Menurut tokoh spiritual Hindu Swami Vivekananda, agama Hindu berdasarkan kepada himpunan pedoman spiritual yang ditemukan oleh orang yang berbeda-beda pada zaman yang berbeda-beda.[216][217] Selama berabad-abad, pedoman itu diwariskan secara lisan dalam bentuk syair agar dapat dihafalkan, sampai akhirnya dituliskan.[218]Selama berabad-abad, para resi menyaring ajaran tersebut dan memperluas dalil-dalilnya. Pada masa setelah Periode Weda dan menurut keyakinan Hindu masa kini, banyak pustaka Hindu tidak untuk ditafsirkan secara harfiah. Yang diutamakan adalah etika dan makna metaforis yang terkandung di dalamnya.[219] Di antara pustaka suci tersebut,Weda merupakan yang paling tua, yang diikuti dengan Upanishad sebagai susastra dasar yang sangat penting dalam mempelajari filsafat Hindu. Sastra lainnya yang menjadi landasan penting dalam ajaran Hindu adalah Tantra, Agama, Purana, serta dua wiracarita, yaitu Ramayana dan Mahabharata. Bhagawadgita adalah ajaran yang dimuat dalamMahabharata, merupakan susastra yang dipelajari secara luas, yang sering disebut sebagai intisari Weda. Banyak pustaka Hindu yang ditulis dalam bahasa Sanskerta. Pustaka-pustaka tersebut digolongkan menjadi dua kelas: Sruti dan Smerti.
Sruti[sunting | sunting sumber]
Sruti (artinya "apa yang didengar")[220] terutama mengacu kepada kumpulan Weda, yang merupakan bentuk pustaka Hindu tertua. Banyak umat Hindu mengagungkan Weda sebagai kebenaran abadi yang diwahyukan kepada para resi purbakala,[217][221] sementara umat yang lain tidak menyangkutpautkan penyusunan Weda dengan Tuhan atau seseorang. Umat Hindu meyakini kumpulan Wedasebagai pedoman bagi dunia spiritual, yang akan ada selama-lamanya, bahkan tetap ada jika seandainya tidak pernah diwahyukan kepada para resi.[216][222] Umat Hindu memiliki kepercayaan demikian karena mengimani bahwa kebenaran spiritual dalam Weda bersifat kekal, yang dapat terus diungkapkan dengan cara-cara yang baru.[223]
Ada empat kitab Weda, yaitu Regweda (Ṛgveda), Samaweda (Sāmaveda), Yajurweda (Yajurveda), dan Atharwaweda (Atharvaveda). Kitab Regweda adalah kitab Weda yang pertama dan terpenting. Setiap Weda dibagi menjadi empat bagian: yang utama—Weda yang baku—adalah Samhita (Saṃhitā), yang menghimpun mantra-mantra. Tiga bagian lainnya membentuk seperangkat golongan suplemen bagi Samhita, biasanya dalam bentuk prosa dan dipercaya berusia lebih muda daripada Saṃhitā. Adapun tiga bagian tersebut adalahBrahmana (Brāhmaṇa), Aranyaka (Āraṇyaka), dan Upanishad. Dua bagian pertama disebut Karmakanda (Karmakāṇḍa; porsi ritual), sedangkan yang terakhir disebut Jnanakanda (Jñānakāṇḍa; porsi pengetahuan).[224] Kumpulan Weda berfokus kepada pelaksanaan upacara, sementara kumpulan Upanishad berfokus kepada pandangan spiritual dan ajaran filosofis, serta memperbincangkan Brahmandan reinkarnasi.[219][225][226]
Smerti[sunting | sunting sumber]
Kitab-kitab Hindu yang tak termasuk Sruti digolongkan ke dalam Smerti (ingatan). Kitab Smerti yang terkenal yaitu wiracarita India (Itihasa), terdiri dari Mahabharata(Mahābhārata) dan Ramayana (Rāmāyaṇa). Itihasa adalah suatu bagian dari kesusastraan Hindu yang menceritakan kisah kepahlawanan para raja dan kesatria Hindu pada masa lampau dan dikombinasikan dengan filsafat keagamaan, mitologi, dan cerita tentang makhluk supernatural.
Kitab Bhagawadgita (Bhagavadgītā) merupakan suatu bagian integral dalam Mahabharata, dan merupakan salah satu kitab suci Hindu yang masyhur. Kitab tersebut mengandung ajaran filosofis yang dinarasikan oleh Kresna—sebagai awatara Wisnu—kepada Arjuna, menjelang perang di Kurukshetra. Bhagawadgita terdiri dari delapan belas bab dan berisi ± 650 sloka. Setiap bab menguraikan jawaban-jawaban yang diajukan oleh Arjuna kepada Kresna. Jawaban-jawaban tersebut merupakan wejangan suci sekaligus pokok-pokok ajaran Weda.[227] Akan tetapi, kitab yang termasuk Gita—kadangkala disebut Gitopanishad—seringkali digolongkan ke dalam Sruti, karena konteksnya bersifat Upanishad.[228]
Kitab-kitab Purana (Purāṇa)—yang menguraikan ajaran-ajaran Hindu melalui kisah-kisah yang gamblang—tergolong ke dalam Smerti. Purana memuat mitologi, legenda, dan kisah-kisah zaman purba yang diyakini kebenarannya oleh umat Hindu. Kata Purana berarti "sejarah kuno" atau "cerita kuno". Penulisan kitab-kitab Purana diperkirakan dimulai sekitar tahun 500 SM. Terdapat delapan belas kitab Purana yang disebut Mahapurana.
Kitab lain yang tergolong ke dalam Smerti meliputi Dewimahatmya (Devīmahātmya), Tantra, Yogasutra, Tirumantiram, Siwasutra, dan Agama (Āgama). Selain itu, ada kitabManusmerti, yang merupakan kitab hukum preskriptif yang mendasari aturan kemasyarakatan dan stratifikasi sosial yang kemudian menuntun masyarakat membentuk sistem kasta di India. Kitab Tantra memuat tentang cara pemujaan masing-masing aliran dalam agama Hindu. Kitab Tantra juga mengatur tentang pembangunan tempat suci Hindudan peletakkan arca. Kitab Nitisastra memuat ajaran kepemimpinan dan pedoman untuk menjadi seorang pemimpin yang baik. Kitab Jyotisha merupakan kitab yang memuat ajaran sistem astronomi tradisional Hindu. Kitab Jyotisha berisi pedoman tentang benda langit dan peredarannya. Kitab Jyotisha digunakan untuk meramal dan memperkirakan datangnya suatu musim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar