Jalan Mulia Berunsur Delapan
Dalam Dhammacakkappavattana Sutta; Samyutta Nikaya 56.11 {S 5.420}, Guru Buddha mengajarkan Empat Kebenaran Ariya kepada Lima Bhikkhu Pertama (Panca Vaggiya Bhikkhu), yang di dalamnya terdapat Jalan yang Menuju Terhentinya Dukkha. Jalan itu disebut dengan Jalan Mulia Berunsur Delapan (Ariya Atthangiko Magga). Di dalam Jalan ini mengandung unsur sila (kemoralan),samadhi (konsentrasi), dan panna (kebijaksanaan)[33].
Berikut pengelompokan unsur yang terkandung di dalamnya :
Divisi | Faktor Berunsur Delapan | Sanskrit, Pali |
---|---|---|
Kebijaksanaan (Sanskrit: prajñā, Pāli: paññā) | 1. Pengertian (Pandangan) Benar | samyag dṛṣṭi, sammā ditthi |
2. Pikiran Benar | samyag saṃkalpa, sammā sankappa | |
Perilaku Etis (Sanskrit: śīla, Pāli: sīla) | 3. Ucapan Benar | samyag vāc, sammā vāca |
4. Perbuatan Benar | samyag karman, sammā kammanta | |
5. Pencaharian (Penghidupan) Benar | samyag ājīvana, sammā ājīva | |
Konsentrasi (Sanskrit and Pāli: samādhi) | 6. Daya upaya Benar | samyag vyāyāma, sammā vāyāma |
7. Perhatian Benar | samyag smṛti, sammā sati | |
8. Konsentrasi Benar | samyag samādhi, sammā samādhi |
Jalan Mulia Berunsur Delapan dibabarkan sebagai berikut :
1. Pengertian Benar (Sammã Ditthi)
Pemahaman Benar adalah pengetahuan yang disertai dengan penembusan terhadap
1. Pengertian Benar (Sammã Ditthi)
Pemahaman Benar adalah pengetahuan yang disertai dengan penembusan terhadap
- a. Empat Kesunyataan Mulia
- b. Hukum Tilakkhana (Tiga Corak Umum)
- c. Hukum Paticca-Samuppäda
- d. Hukum Kamma
2. Pikiran Benar (Sammã Sankappa)
Pikiran Benar adalah pikiran yang bebas dari:
Pikiran Benar adalah pikiran yang bebas dari:
- a. Pikiran yang bebas dari nafsu-nafsu keduniawian (nekkhamma-sankappa)
- b. Pikiran yang bebas dari kebencian (avyäpäda-sankappa)
- c. Pikiran yang bebas dari kekejaman (avihimsä-sankappa)
3. Ucapan Benar (Sammã Vãca)
Ucapan Benar adalah berusaha menahan diri dari berbohong (musãvãdã), memfitnah (pisunãvãcã), berucap kasar/caci maki (pharusavãcã), dan percakapan-percakapan yang tidak bermanfaat/pergunjingan (samphappalãpã). Dapat dinamakan Ucapan Benar, jika dapat memenuhi empat syarat di bawah ini :
Ucapan Benar adalah berusaha menahan diri dari berbohong (musãvãdã), memfitnah (pisunãvãcã), berucap kasar/caci maki (pharusavãcã), dan percakapan-percakapan yang tidak bermanfaat/pergunjingan (samphappalãpã). Dapat dinamakan Ucapan Benar, jika dapat memenuhi empat syarat di bawah ini :
- a. Ucapan itu benar
- b. Ucapan itu beralasan
- c. Ucapan itu berfaedah
- d. Ucapan itu tepat pada waktunya
4. Perbuatan Benar (Sammã Kammantã)
Perbuatan Benar adalah berusaha menahan diri dari pembunuhan, pencurian, perbuatan melakukan perbuatan seksualitas yang tidak dibenarkan (asusila), perkataan tidak benar, dan penggunaan cairan atau obat-obatan yang menimbulkan ketagihan dan melemahkan kesadaran.
Perbuatan Benar adalah berusaha menahan diri dari pembunuhan, pencurian, perbuatan melakukan perbuatan seksualitas yang tidak dibenarkan (asusila), perkataan tidak benar, dan penggunaan cairan atau obat-obatan yang menimbulkan ketagihan dan melemahkan kesadaran.
5. Penghidupan Benar (Sammã Ãjiva)
Penghidupan Benar berarti menghindarkan diri dari bermata pencaharian yang menyebabkan kerugian atau penderitaan makhluk lain. "Terdapat lima objek perdagangan yang seharusnya dihindari (Anguttara Nikaya, III, 153), yaitu:
Penghidupan Benar berarti menghindarkan diri dari bermata pencaharian yang menyebabkan kerugian atau penderitaan makhluk lain. "Terdapat lima objek perdagangan yang seharusnya dihindari (Anguttara Nikaya, III, 153), yaitu:
- a. makhluk hidup
- b. senjata
- c. daging atau segala sesuatu yang berasal dari penganiayaan mahluk-mahluk hidup
- d. minum-minuman yang memabukkan atau yang dapat menimbulkan ketagihan,
- e. racun
Dan terdapat pula lima pencaharian salah yang harus dihindari (Majjima Nikaya. 117), yaitu:
- a. Penipuan
- b. Ketidak-setiaan
- c. Penujuman
- d. Kecurangan
- e. Memungut bunga yang tinggi (praktek lintah darat)
6. Usaha Benar (Sammã Vãyama)
Usaha Benar dapat diwujudkan dalam empat bentuk tindakan, yaitu: berusaha mencegah munculnya kejahatan baru, berusaha menghancurkan kejahatan yang sudah ada, berusaha mengembangkan kebaikan yang belum muncul, berusaha memajukan kebaikan yang telah ada.
Usaha Benar dapat diwujudkan dalam empat bentuk tindakan, yaitu: berusaha mencegah munculnya kejahatan baru, berusaha menghancurkan kejahatan yang sudah ada, berusaha mengembangkan kebaikan yang belum muncul, berusaha memajukan kebaikan yang telah ada.
7. Perhatian Benar (Sammã Sati)
Perhatian Benar dapat diwujudkan dalam empat bentuk tindakan, yaitu:
Perhatian Benar dapat diwujudkan dalam empat bentuk tindakan, yaitu:
- - perhatian penuh terhadap badan jasmani (kãyãnupassanã)
- - perhatian penuh terhadap perasaan (vedanãnupassanã)
- - perhatian penuh terhadap pikiran (cittanupassanã)
- - perhatian penuh terhadap mental/batin (dhammanupassanã)
Keempat bentuk tindakan tersebut bisa disebut sebagai Vipassanã Bhãvanã.
8. Konsentrasi Benar (Sammã Samãdhi)
Konsentrasi Benar berarti pemusatan pikiran pada obyek yang tepat sehingga batin mencapai suatu keadaan yang lebih tinggi dan lebih dalam.
Konsentrasi Benar berarti pemusatan pikiran pada obyek yang tepat sehingga batin mencapai suatu keadaan yang lebih tinggi dan lebih dalam.
Kamma
Selain nilai-nilai moral di atas, agama Buddha juga amat menjunjung tinggi karma sebagai sesuatu yang berpegang pada prinsip hukum sebab akibat. Secara umum, kamma (bahasa Pali) atau karma (bahasa Sanskerta) berarti perbuatan atau aksi. Jadi ada aksi atau karma baik dan ada pula aksi atau karma buruk. Saat ini, istilah karma sudah terasa umum digunakan, namun cenderung diartikan secara keliru sebagai hukuman turunan/hukuman berat dan lain sebagainya.
Umat Buddha memandang hukum karma sebagai hukum universal tentang sebab dan akibat yang juga merupakan hukum moral yang impersonal. Menurut hukum ini sesuatu (yang hidup, yang tidak hidup, maupun yang abstrak atau yang ada karena kita buat dalam pikiran sebagai ide) yang muncul pasti ada sebabnya. Tidak ada sesuatu yang muncul dari ketidakadaan. Dengan kata lain, tidak ada sesuatu atau makhluk yang muncul tanpa ada sebab lebih dahulu[34].
Guru Buddha dalam Nibbedhika Sutta; Anguttara Nikaya 6.63 menjelaskan secara jelas arti dari kamma[35] :
"Para bhikkhu, cetana (kehendak)lah yang kunyatakan sebagai kamma. Setelah berkehendak, orang melakukan suatu tindakan lewat tubuh, ucapan atau pikiran."
Jadi, kamma berarti semua jenis kehendak (cetana), perbuatan yang baik maupun buruk/jahat, yang dilakukan oleh jasmani (kaya), perkataan (vaci) dan pikiran (mano), yang baik (kusala) maupun yang jahat (akusala).
Kamma atau sering disebut sebagai Hukum Kamma merupakan salah satu hukum alam yang bekerja berdasarkan prinsip sebab akibat. Selama suatu makhluk berkehendak, melakukan kamma (perbuatan) sebagai sebab maka akan menimbulkan akibat atau hasil. Akibat atau hasil yang ditimbulkan dari kamma disebut sebagai Kamma Vipaka.
Dalam Samuddaka Sutta; Samyutta Nikaya 11.10 {S 1.227}, Guru Buddha menjelaskan cara bekerjanya kamma[35] : "Sesuai dengan benih yang di tabur, begitulah buah yang akan dipetiknya. Pembuat kebajikan akan mendapatkan kebaikan, pembuat kejahatan akan memetik kejahatan pula. Taburlah biji-biji benih dan engkau pulalah yang akan merasakan buah dari padanya".
Tumimbal lahir
Tumimbal lahir atau kelahiran kembali (Pali : Punabbhava) merupakan 'suatu proses menjadi ada/eksis kembali dari suatu makhluk hidup di kehidupan mendatang (setelah ia meninggal/mati) sehingga lahir (jati), di mana proses ini merupakan akibat atau hasil dari kamma (perbuatan)nya pada kehidupan lampau.[36] Proses menjadi ada/eksis atau kelahiran kembali atau punabbhava terjadi pada semua makhluk hidup yang belum pencapai Penerangan Sempurna, ketika mereka telah meninggal/mati.
Dalam Hukum Paticcasamuppada (Sebab-Musabab yang Saling Bergantungan), proses menjadi ada/eksis atau punabbhava atau kelahiran kembali disebabkan oleh Kamma (perbuatan) yang kemudian menghasilkan kemelekatan kepada segala sesuatu termasuk kemelekatan pada hidup dan kehidupan. Jadi makhluk hidup apapun yang mengalami proses menjadi ada/eksis atau kelahiran kembali (punabbhava), merupakan makhluk yang masih memiliki kemelekatan pada sesuatu dalam kehidupan sebelumnya. Dan seperti yang diuraikan dalam Hukum Paticcasamuppada kemelekatan timbul karena adanya Tanha (keinginan/kehausan) dan juga Avijja(ketidaktahuan/kebodohan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar