Penggolongan
Agama Hindu sebagaimana biasanya dapat digolongkan ke dalam beberapa mazhab atau aliran besar. Dalam suatu kelompok mazhab pada masa lalu—yang digolongkan sebagai "enam darsana"—hanya dua mazhab yang popularitasnya masih bertahan: Wedanta dan Yoga. Golongan-golongan utama Hinduisme pada masa kini disesuaikan dengan aliran-aliran besar yang ada: Waisnawa (Waisnawisme), Saiwa (Saiwisme), Sakta (Saktisme), dan Smarta (Smartisme).[89]
Enam tipe umum
Menurut J. McDaniel, ada enam tipe umum dalam tubuh agama Hindu, yang disusun dengan maksud menampung berbagai pandangan terhadap suatu subjek yang kompleks. Adapun enam tipe tersebut sebagai berikut:[90]
- Agama Hindu rakyat, yaitu agama Hindu yang berdasarkan pada tradisi masyarakat setempat serta pemujaan dewa-dewi lokal, seperti Hindu Tamil, Hindu Newa, Hindu Bali, Hindu Manipuri, Hindu Kaharingan, dan lain-lain. Berpangkal dari masa prasejarah atau setidaknya mendahului penulisan Weda.[90]
- Srauta atau Agama Hindu Weda, dilaksanakan oleh kaum brahmana-tradisional yang disebut srautin.
- Agama Hindu Wedanta, yaitu agama Hindu yang mengacu pada filsafat Wedanta, meliputi Adwaita Wedanta (Smarta), dan menekankan pendekatan filosofis pada kitab-kitab Upanishad.
- Agama Hindu Yoga, yaitu sekte yang menitikberatkan pelaksanaan yoga menurut Yogasutra Patanjali.
- Agama Hindu Dharma atau agama "moralitas sehari-hari", yaitu Hinduisme yang berdasarkan pada realisasi karma dan pelaksanaan norma kemasyarakatan seperti wiwaha (adat pernikahan Hindu).
- Bhakti, yaitu agama Hindu yang menekankan pelaksanaan kebaktian bagi entitas tertentu, seperti Kresna, Siwa, Ganesa.
Religi dan religiositas Hindu[sunting | sunting sumber]
Menurut Axel Michaels, ada tiga bentuk religi (agama) Hindu dan empat macam religiositas (pengabdian) umat Hindu.[77]
Pembagian agama Hindu menjadi tiga bentuk bersuaian dengan metode pembagian dari India yang mengelompokkannya sebagai berikut: praktik ritual menurut Weda (vaidika), agama rakyat dan lokal (gramya), dan sekte keagamaan (agama atau tantra).[91] Menurut Michaels, tiga bentuk agama Hindu yakni:
- Hinduisme Brahmanis-Sanskritis (Brahmanic-Sanskritic Hinduism): suatu agama politeistis, ritualistis, dan kependetaan yang berpusat pada suatu keluarga besar serta upacara pengorbanan, dan merujuk kepada kitab-kitab Weda sebagai keabsahannya.[77] Agama ini mendapat sorotan utama dalam banyak risalah tentang agama Hindu karena memenuhi banyak kriteria untuk disebut sebagai agama, serta karena agama ini merupakan yang dominan di berbagai wilayah India, sebab masyarakat non-brahmana pun mencoba untuk mengasimilasinya.[77]
- Agama rakyat dan agama suku: suatu agama lokal yang politeistis, kadangkala animistis, dengan tradisi lisan yang luas. Kadangkala bertentangan dengan Hinduisme Brahmanis-Sanskritis.[92]
- Agama bentukan: tradisi dengan komunitas monastis yang dibentuk untuk mencari keselamatan (salvation), biasanya menjauhkan diri dari belenggu duniawi, dan seringkali anti-Brahmanis.[77] Agama ini dapat dikelompokkan lagi menjadi tiga bagian:
- Agama sektarian: aliran keagamaan yang menggarisbawahi suatu konsep filosofis dari Hinduisme dan menekankan praktik religius menurut konsep tersebut, contohnya Waisnawa dan Saiwa.[92]
- Agama-bentukan sinkretis: agama tersendiri yang terbentuk dari sinkretisme antara Hinduisme dengan agama lain, contohnya Hindu-Islam (Sikhisme), Hindu-Buddha(Buddhisme Newara), atau Hindu-Kristen (Neohinduisme).[92]
- Agama proselitisis (proselytizing religions), atau "Guru-isme": kelompok keagamaan yang berawal dari seorang guru dan biasanya menekankan isu universalisme, contohnya Maharishi Mahesh Yogi dengan gerakan Meditasi Transendental, Sathya Sai Baba dengan Federasi Satya Sai, Bhaktivedanta Swami Prabhupada dengan gerakan ISKCON, Maharaj Ji dengan Divine Light Mission, dan Osho.[92]
Menurut Michaels, empat macam religiositas Hindu yakni:
- Ritualisme: terutama mengacu pada ritualisme Weda-Brahmanistis (Vedic-Brahmanistic ritualism) yang domestik dan butuh kurban, namun dapat juga meliputi beberapa bentuk Tantrisme.[91] Ini merupakan karma-marga klasik.[93]
- Spiritualisme: kesalehan intelektual, bertujuan untuk mencari kebebasan (moksa) bagi individu, biasanya dengan bimbingan seorang guru. Ini merupakan karakteristikAdwaita Wedanta, Saiwa Kashmir, Saiwa Siddhanta, Neo-Wedanta, Guruisme esoterik masa kini, dan beberapa macam Tantrisme.[91] Ini merupakan jnana-marga klasik.[93]
- Devosionalisme: pemujaan kepada Tuhan, seperti yang ditekankan dalam tradisi bhakti dan Kresnaisme.[91] Ini merupakan bhakti-marga klasik.[93]
- Heroisme: bentuk religiositas politeistis yang berpangkal dari tradisi militeristis, seperti Ramaisme dan sebagian dari Hinduisme politis.[91] Ini juga disebut wirya-marga.[93]
Toleransi[sunting | sunting sumber]
Agama Hindu memiliki ciri khas sebagai salah satu agama yang paling toleran karena tiadanya skisma meskipun ada kemajemukan tradisi yang bernaung di bawah simbol-simbol agama Hindu.[96][97] Pada awal perkembangannya, saat tiadanya perselisihan antaragama, umat Hindu menganggap setiap orang yang mereka temui sebagai umat Hindu pula.[98][99] Tetapi pada masa kini, umat Hindu menerima pengaruh dari Barat tentang pengadaan konversi agama.[100] Maka, banyak umat Hindu berpendapat bahwa identitas kehinduan diperoleh semenjak lahir,[101] sementara yang lainnya berpendapat bahwa siapa pun yang mengikuti kepercayaan dan praktik agama Hindu merupakan seorang Hindu.[102]
Gandhi menyatakan bahwa Hinduisme bebas dari dogma-dogma yang memaksa, serta dapat menampung berbagai bentuk ekspresi diri dalam ruang lingkup yang besar.[103] Dalam tubuh agama Hindu, perbedaan pada setiap tradisi—bahkan pada agama lain—tidak untuk diperkarakan, karena ada keyakinan bahwa setiap orang memuja Tuhan yang sama dengan nama yang berbeda, entah disadari atau tidak oleh umat bersangkutan.[104] Dalam kitab Regweda terdapat suatu bait yang sering dikutip oleh umat Hindu untuk menegaskan hal tersebut, sebagai berikut:
एकम् सत् विप्रा: बहुधा वदन्ति (Ekam Sat Viprāh Bahudhā Vadanti)
Arti: "Hanya ada satu kebenaran, tetapi para cendekiawan menyebut-Nya dengan banyak nama." (I:CLXIV:46)
Agama Hindu memandang seluruh dunia sebagai suatu keluarga besar yang mengagungkan satu kebenaran yang sama, sehingga agama tersebut menghargai segala bentuk keyakinan dan tidak mempersoalkan perbedaan agama.[105] Maka dari itu, agama Hindu tidak mengakui konsep murtad, bidah, dan penghujatan.[96][106][107] Agama Hindu bersifat mendukung pluralisme agama dan lebih menekankan harmoni dalam kehidupan antar-umat beragama, dengan tetap mengindahkan bahwa tiap agama memiliki perbedaan mutlak yang tak patut diperselisihkan.[108] Menurut tokoh spiritual Hindu Swami Vivekananda, setiap orang tidak hanya patut menghargai agama lain, namun juga merangkulnya dengan pikiran yang baik, dan kebenaran itulah yang merupakan dasar bagi setiap agama.[109]
Dalam agama Hindu, toleransi beragama tidak hanya ditujukan pada umat agama lain, namun juga pada umat Hindu sendiri. Hal ini terkait dengan keberadaan beragam tradisi dalam tubuh Hinduisme. Agama Hindu memberikan jaminan kebebasan bagi para penganutnya untuk memilih suatu pemahaman dan melakukan tata cara persembahyangan tertentu.[97][110][111] Sebuah sloka dalamBhagawadgita sering dikutip untuk mendukung pernyataan tersebut:
Ye yathā mām prapadyante tāms tathaiva bhajāmy aham mama vartmānuvartante manusyāh pārtha sarvaśah.
Arti: Jalan mana pun yang ditempuh seseorang kepada-Ku, Aku memberinya anugerah setimpal. Semua orang mencari-Ku dengan berbagai jalan, wahai Arjuna(Bhagawadgita, IV:11)
Dalam Parlemen Agama-Agama Dunia (1893) di Chicago, Vivekananda juga mengutip suatu ayat yang menyatakan bahwa setiap orang menempuh jalan yang berbeda-beda dalam memuja Tuhan, sebagaimana berbagai aliran sungai pada akhirnya menyatu di lautan.[95]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar