Mazhab, aliran, dan gerakan
Hinduisme tidak mengandalkan otoritas berdasarkan doktrin sentral seperti kredo, rukun iman, atau syahadat.[112] Meskipun tradisi Hindu tidak seragam, banyak umat Hindu yang tidak mau mengakui dirinya sebagai penganut aliran atau sekte Hindu tertentu.[112] Pada umumnya, aliran dibedakan berdasarkan pada dewa yang dipuja sebagai manifestasi Yang Mahakuasa, serta pada tradisi mengenai cara pemujaan dewa tersebut.
Ada empat aliran utama yang sering teramati: Waisnawa, Saiwa, Sakta, dan Smarta.[113] Umat Waisnawa memuja Wisnu sebagai manifestasi Yang Mahakuasa; umat Saiwamemuja Siwa sebagai manifestasi Yang Mahakuasa; umat Sakta memuja Sakti (kekuatan) atau Dewi yang dipersonifikasikan sebagai wanita ilahi; sedangkan Smarta meyakini kesatuan mendasar dari lima (Pancadewa) atau enam (Shanmata) dewa sebagai personifikasi dari Yang Mahakuasa. Aliran lainnya seperti Ganapatya (pemujaan terhadapGanesa) dan Saura (pemujaan terhadap Surya) kurang menyebar secara luas.
Sejumlah gerakan keagamaan terkategorikan ke dalam salah satu aliran besar Hinduisme, contohnya Gerakan Hare Krishna terkategorikan ke dalam golongan Waisnawa. Ada pula gerakan keagamaan Hindu yang sukar ditentukan untuk dimasukkan ke dalam golongan yang disebutkan di atas, contohnya Arya Samaj yang diprakarsai SwamiDayananda Saraswati. Gerakan keagamaan ini berbeda dengan tradisi Hindu pada umumnya, yaitu tidak memuja Tuhan dengan sarana arca atau lukisan. Gerakan ini berfokus kepada Weda dan yadnya (yajña; ritus keagamaan berdasarkan Weda).
Di samping empat aliran besar dalam agama Hindu, sekte-sekte keagamaan yang ada meliputi Ayyavazhi, Swaminarayana, Ravidassia, Linggayata, dan lain-lain. Beberapa sekte memiliki konsep, mitologi, serta pustaka suci tersendiri yang berbeda dengan tradisi Hindu pada umumnya. Sekte-sekte tertentu pun memiliki aliran di dalamnya, misalnyatradisi Tantra.[114]
Enam mazhab filsafat
Menurut sistem astika dan nastika, ada sembilan filsafat India klasik. Enam di antaranya merupakan filsafat Hindu klasik (astika) yang mengakui otoritas Weda sebagai kitab suci. Tiga filsafat lainnya merupakan aliran heterodoks (nastika) yang tidak mengakui otoritasWeda, namun menekankan tradisi perguruan yang berbeda. Adapun enam filsafat Hindu tersebut sebagai berikut:
- Samkhya: mazhab filsafat yang—dipercaya secara tradisional—digagas oleh Resi Kapila. Mazhab ini dianggap sebagai salah satu mazhab filsafat tertua di India.[115] Mazhab ini bersifat dualisme.[116][117][118] Menurut Samkhya, alam semesta terdiri dari dua realitas:purusa (kesadaran) dan prakerti (materi). Jiwa adalah kondisi saat purusa terikat pada prakriti karena suatu "perekat" yang disebutkehendak, dan akhir dari ikatan itu disebut moksa. Samkhya menolak bahwa sumber segalanya adalah Iswara (Tuhan).[119] Samkhya tidak mendeskripsikan apa yang terjadi setelah moksa, dan tidak menyinggung apa pun yang berkaitan dengan Iswara atau Tuhan, karena filsafat ini menyatakan bahwa tidak ada perbedaan esensial antara purusa individu dengan alam semesta setelah mencapai moksa.
- Yoga: mazhab yang menekankan pada pengendalian diri dan pikiran. Mazhab Yoga menerima psikologi dan metafisika yang diajarkan Samkhya, namun bersifat lebih teistis daripada Samkhya, karena ditambahkannya entitas ketuhanan pada 25 elemen realitas menurut Samkhya.[120] Mazhab ini digagas oleh Resi Patanjali. Yoga menurut Patanjali dikenal sebagai Rajayoga, yaitu suatu sistem untuk mengontrol pikiran.[121] Berbagai tradisi Yoga didapati dalam agama Hindu, Buddha, dan Jaina.[122] Para guru dari Indiamemperkenalkan Yoga ke Dunia Barat,[123] mengikuti keberhasilan Vivekananda pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.[123]Pada tahun 1980-an, salah satu jenis Yoga menjadi populer sebagai suatu sistem latihan jasmani di Dunia Barat. Bentuk Yoga semacam itu disebut Hathayoga.
- Nyaya: mazhab logika dalam Hinduisme. Mazhab spekulasi filosofis ini berdasarkan kitab-kitab yang disebut Nyayasutra, ditulis oleh Aksapada Gautama pada abad ke-2 Masehi.[124] Kontribusi signifikan dari mazhab Nyaya adalah metodologi untuk membuktikan keberadaan Tuhan, menurut kitab Weda. Menurut mazhab Nyaya, ada empat sumber untuk memperoleh pengetahuan (pramana): persepsi, inferensi, perbandingan, dan testimoni. Pengetahuan yang diperoleh melalui masing-masing sumber tersebut bisa saja sahih atau tidak. Sebagai dampaknya, para filsuf Nyaya berusaha keras untuk mencari cara membuktikan kesahihan pengetahuan melalui sejumlah bagan penjelasan.
- Waisesika: mazhab atomisme dalam Hinduisme yang menyatakan suatu postulat bahwa segala benda di alam semesta dapat dibagi-bagi menjadi sejumlah atom. Mazhab ini mulanya digagas oleh Resi Kanada sekitar abad ke-2 Masehi.[125] Secara historis, mazhab ini dikaitkan erat dengan Nyaya. Meskipun sistem Waisesika dan Nyaya berkembang secara mandiri, keduanya bergabung karena teori-teori metafisis yang memiliki keterkaitan. Akan tetapi, dalam bentuknya yang klasik, ajaran Waisesika berbeda dengan Nyaya, karena Nyaya mengakui empat sumber pengetahuan, sementara Waisesika hanya mengakui persepsi dan inferensi.
- Mimamsa: mazhab yang kajian utamanya adalah sifat-sifat darma berdasarkan hermeneutika pada kitab-kitab Weda. Sifat-sifat darma tidak dapat diakses untuk penalaran atau pengamatan, sehingga harus dikaji melalui otoritas wahyu-wahyu yang dikandung dalam Weda, yang diyakini kekal, tanpa pengarang (apauruṣeyatva), dan sempurna.[126] Mazhab Mimamsa mengandung doktrin yang ateistis maupun teistis dan tidak terlalu tertarik pada keberadaan Tuhan, namun pada karakteristik darma.[127][128]Mimamsa sangat memerhatikan penafsiran tekstual, sehingga memberi rintisan pada kajian filologi dan filsafat bahasa. Gagasannya tentang "tuturan" (śabda) sebagai kesatuan suara dan makna (penanda dan petanda) yang tak dapat dibagi lagi dipengaruhi oleh Bhartṛhari (kr. abad ke-5).[129]
- Wedanta: mazhab yang berfokus pada kajian tentang tiga sastra dasar dalam filsafat Hindu, yaitu Upanishad, Brahmasutra, danBhagawadgita.[130] Sekurang-kurangnya, ada sepuluh aliran dalam mazhab Wedanta,[131] namun tiga di antaranya—Adwaita,Wisistadwaita, dan Dwaita—lebih termasyhur.[132]
- Adwaita: perguruan Wedanta yang dirintis oleh Adi Shankara (awal abad ke-8) dan guru besarnya, Gaudapada, yang menjabarkan Ajatiwada. Menurut perguruan ini, Brahman adalah satu-satunya kenyataan, sedangkan dunia yang teramatihanyalah ilusi belaka. Karena Brahman adalah kenyataan sejati, Ia tidak dapat dikatakan memiliki atribut. Kekuatan ilusif dari Brahman yang disebut maya (māyā) membuat dunia ini tampak ada. Ketidaktahuan akan kenyataan tersebut merupakan penyebab adanya penderitaan di dunia, sehingga kebebasan (dari penderitaan) hanya bisa diperoleh melalui kesadaran akan Brahman. Ketika seseorang mencoba memahami Brahman melalui pikirannya, maka—karena pengaruh maya—Brahman hadir sebagai Tuhan berkepribadian (Iswara), yang berbeda dengan dunia dan juga individu. Pada kenyataannya, tiada perbedaan antara esensi individu yang sejati (jiwatman) dengan Brahman. Kebebasan dapat diperoleh dengan merasakan bahwa tiada perbedaan antara keduanya. Maka dari itu, jalan kebebasan ditempuh dengan pengetahuan (jñāna).[133]
- Wisistadwaita: perguruan Wedanta yang dirintis oleh Ramanuja (1017–1137). Menurut perguruan ini, jiwatman adalah bagian dari Brahman, sehingga mereka mirip, tetapi tidak sama. Menurut Wisistadwaita, Brahman dinyatakan memiliki atribut (Saguna-brahman), termasuk materi dan jiwa kesadaran individu. Brahman, materi, dan jiwa individu tidaklah sama tetapi merupakan entitas yang tidak terpisahkan. Perguruan ini menegaskan Bhakti atau pengabdian kepada Tuhan—yang dibayangkan sebagaiWisnu—sebagai jalan untuk mencapai kebebasan (moksa). Dalam perguruan ini, maya dipandang sebagai daya cipta dari Tuhan.[133]
- Dwaita: perguruan Wedanta yang dirintis oleh Madhwacarya (1199–1278). Perguruan ini juga disebut sebagai tatvavādā – "Filsafat Kenyataan". Perguruan ini menyamakan Tuhan dengan Brahman, sehingga tiada berbeda dengan Wisnu atau pun berbagai perwujudan-Nya seperti Kresna, Narasinga, Wenkateswara, dan lain-lain. Perguruan ini memandang Brahman, jiwa individu, dan materi sebagai entitas yang berbeda. Perguruan ini menekankan Bhakti sebagai jalan yang benar untuk mencapai kebebasan, dan pengabaian akan Tuhan akan berujung pada neraka serta ikatan duniawi. Menurut Dwaita, segala tindakan diberdayakan oleh jiwa yang diberi kekuatan oleh Tuhan, dan hasil tindakan tersebut dilimpahkan kepada jiwa, namun Tuhan tidak ikut terpengaruh oleh hasil tindakan tersebut.[133]
Dalam sejarah agama Hindu, keberadaan enam mazhab tersebut di atas mencapai masa gemilang pada masa Dinasti Gupta. Dengan bubarnya Waisesika dan Mimamsa, perguruan filsafat tersebut kehilangan pamornya pada masa-masa berikutnya, sedangkan berbagai aliran-aliran Wedanta mulai naik pamor sebagai cabang-cabang utama dalam filsafat keagamaan. Nyaya bertahan sampai abad ke-17 dan berganti nama menjadi Nawya-nyaya ("Nyaya Baru"), sedangkan Samkhya lenyap perlahan-lahan, namun ajarannya diserap oleh Yoga dan Wedanta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar